Senin, 14 November 2016

MENUJU INDONESIA EMAS 2045

Menuju Indonesia Emas 2045

            Pada tahun 2045 nanti, dimana tahun itu akan datang cepat atau lambat, bahwa kira-kira 29 tahun lagi umur negara kita yang tercinta ini akan genap berumur 100 tahun sejak perama kali menjadi negara merdeka dari tangan para penjajah pada tanggal 17 Agustus 1945. Para pendahulu kita telah terlebih dahulu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tentunya dicapai dengan penuh perjuangan dan tentunya mereka telah banyak mengorbankan banyak demi memerdekakan Indonesia. Sehingga untuk sekarang, kita lah para penerus bangsa ini, generasi muda yang harus melanjutkan perjuangan para pendahulu kita untuk terus mempertahankan kemerdekaan Indonesia, mempertahankan nilai-nilai pancasila pada kehidupan sehari-hari, serta membuat negara Indonesia menjadi salah satu negara maju di dunia melalui gerakan Indonesia Emas 2045.
            Untuk mencapai Indonesia Emas 2045 tentunya tidak mudah dan pasti akan dibutuhkan perjuangan dari berbagai pihak khususnya para masyarakat Indonesia sendiri. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat Indonesia semakin melupakan nilai-nilai pancasila yang telah ditanamkan kepada kita semenjak pendidikan dasar. Bisa kita lihat saja contohnya dimana salah satu nilai yang ada di Pancasila pada sila pertama dan ketiga yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia yang mengharuskan kita untuk menjunjung tinggi Ketuhanan di Indonesia dan saling menghargai perbedaan antar masyarakat Indonesia demi menjaga keutuhan NKRI. Namun apabila kita lihat realitasnya kebanyakan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi melakukannya. Seperti yang terjadi pada tanggal 4 November 2016 di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di Jakarta, terjadi demo besar-besaran untuk menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih dikenal sebagai Ahok itu untuk dipenjara karena dianggap telah menistakan Al-Quran. Meskipun Ahok telah berkali-kali mengklarifikasi dan meminta maaf kepada semua umat muslim, tetap saja mereka, para pendemo, tidak ambil pusing dan tetap melaksanakan aksi mereka. Meskipun menurut saya, demo untuk menyampaikan aspirasi rakyat di Indonesia adalah hal yang sah dan legal asal tertib dan mengikuti tata tertib yang ada. Namun bila kita lihat lebih dalam pada apa yang terjadi pada tanggal 4 November itu banyak hal yang lebih meyakinkan saya bahwa rakyat Indonesia sudah tidak melaksanakan nilai-nilai pancasila. Kita tahu bahwa Ahok memang bukan seorang muslim, dia merupakan nasrani, dan terlebih dia merupakan keturunan orang tiongkok yang notabene sudah “dibenci” oleh orang-orang Indonesia. Namun begitulah masyarakat Indonesia, dengan berbagai keragaman yang ada, mulai dari suku, ras, agama banyak yang berbeda di Indonesia ini. Sehingga, kita sebagai masyarakat Indonesia sepatutnya menghormati itu, bukan menindas nindas seseorang hanya karena dia adalah orang minoritas. Indonesia bukanlah Indonesia apabila rakyatnya tidak bisa menghargai perbedaan yang ada di masyarakat. Lantas apabila masyarakat Indonesia nya sendiri tidak ingin melakukan perubahan terhadap dirinya sendiri dan sesamanya untuk lebih menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari maka gerakan Indonesia Emas 2045 tidak akan mungkin tercapai.
            Selain dari kejadian tanggal 4 November 2016 itu, penindasan kaum mayoritas terhadap minoritas pun masih banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Kaum mayoritas merasa mereka mempunyai kontrol terhadap apa yang ada di wilayah tersebut sedangkan para minoritas hanya bisa pasrah terhadap kondisi yang ada. Seperti yang terjadi di Sumatera Utara bulan lalu yaitu dilakukannya penggusuran pada patung Buddha di Vihara Tanjung Balai Pecinan dikarenakan dianggap menghina agama mayoritas yang berada di sana serta melecehkan harga diri etnis pribumi dan umat beragama lain karena tidak sesuai dengan norma dan nuansa timur tengah yang ada di daerah itu. Menurut saya alasan itu sangatlah tidak masuk akal untuk dilakukannya penggusuran terhadap salah satu vihara di daerah tersebut yang hanya dikarenakan “menghina” atau “melecehkan” harga diri kaum mayoritas. Padahal tempat tersebut merupakan salah satu tempat berkumpulnya dan beribadah para WNI keluarga etnis tionghoa di daerah tersebut. Meskipun mereka adalah kaum minoritas, namun mereka juga adalah bagian dari NKRI yang sepatutnya dihormati juga layaknya mereka para kaum mayoritas ingin dihormati.
            Selain dari tindakan diskriminasi yang dilakukan secara langsung oleh warga Indonesia di dunia nyata, ternyata tingkah laku masyarakat Indonesia pun masih sama buruknya di dunia maya. Banyak tindakan provokasi yang dilakukan oleh individu maupun media-media Indonesia yang seperti ingin mengadu domba sesama masyarakat atau memecah belah persatuan Indonesia. Terlebih akhir-akhir ini saat saya melihat kolom komentar di sosial media “Facebook” dimana apabila topik beritanya sedikit saja menyinggung seperti Ahok, Pilkada Jakarta, Jokowi, dan hal-hal yang serupa pasti pada kolom komentarnya penuh dengan kata-kata hujatan terhadap tokoh tersebut. Seringkali orang-orang yang berkoar di kolom komentar tersebut hanyalah orang yang ingin mencari sensasi dengan asal komentar pada topik tersebut, namun dia tidak mengetahui bahwa kata-katanya mungkin telah menyinggung banyak orang. Memang di negara kita adalah negara yang mengutamakan kebebasan berpendapat, dan kita diperbolehkan untuk berpendapat sebebas-bebasnya tidak seperti pada zaman orde baru dimana kebebasan berpendapat sangat dibatasi. Namun dibalik kebebasan berpendapat itu diperlukan tanggung jawab juga dari pribadi masing-masing orang, dan seharusnya masyarakat Indonesia sudah bisa menilai mana yang patut untuk dikatakan dan yang tidak patut untuk disampaikan ke muka publik, terutama pada sosial media. Bagaimana Indonesia bisa maju apabila masyarakatnya saja masih bersumbu pendek dan mudah tersulut akan provokasi-provokasi yang ada. Hal-hal yang seperti ini pun juga termasuk hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia apabila gagasan Indonesia Emas 2045 ingin tercapai.
            Indonesia Emas 2045 tidak bisa dicapai apabila kondisi sosial masyarakat Indonesia tetap begini-begini saja. Diperlukan terobosan baru dalam mengubah perspektif masyarakat Indonesia dalam menghadapi perkembangan zaman dan keanekaragaman. Memang tidak seluruh masyarakat Indonesia buruk. Seperti salah satunya adalah Presiden ke 7 Republik Indonesia Joko Widodo serta Gubernur DKI Jakarta Ahok dan tokoh-tokoh besar lainnya yang berhasil melakukan perubahan di negara ini sedikit demi sedikit. Pada era pemerintahan Joko Widodo ini memang sedang giat-giatnya dilaksanakan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di Indonesia, namun yang harus lebih ditekankan adalah perubahan tingkah laku dan pola pikir masyarakat Indonesia sendiri. Seperti salah satu yang telah beliau lakukan adalah menindak keras para oknum-oknum pejabat yang melakukan pungli dan korupsi mulai dari level terendah hingga para pejabat di level pusat pun sudah mulai gencar dilaksanakan oleh pak Joko Widodo. Namun perubahan tidak bisa hanya dilakukan oleh seorang pemimpin saja. Meskipun Pak Joko Widodo untuk saat ini adalah orang nomor 1 di Indonesia, namun tanpa adanya koordinasi dan kerja sama dari seluruh masyarakat Indonesia untuk membawa revolusi mental pada kehidupan masyarakat Indonesia, maka usaha Pak Jokowi pun akan sia-sia dan gagasan Indonesia Emas 2045 tidak mungkin tercapai sampai masyarakat Indonesia sadar bahwa untuk menjadi negara maju, diperlukan pikiran yang maju dan terbuka serta tingkah laku yang terhormat kepada orang lain.
Timothy Julian

Cluster 6 Kelompok 21